Skip to main content.
the journal

Little things

Dengan menyiapkan sarapan untuk orang-orang terkasih, menjadi penjaga toko yang menebar senyum, atau menjadi kurir yang dinanti penerima paket pun, kita tetap bisa membuat dunia ini terus berputar, menuangkan kebahagiaan bagi orang lain, menghangatkan hati.

    Seperti halnya peribahasa pisau bermata dua, keseharian kita saat ini begitu erat dengan sosial media yang di satu sisi dapat memberikan inspirasi, tawa, semangat, dan hal-hal positif lainnya, sedangkan dari sisi lainnya dapat juga membuat penggunanya merasa tidak percaya diri, murung, sedih, dan hal-hal negatif lainnya.

    Respon-respon itu terjadi setelah kita melihat perjalanan kehidupan orang lain, lalu membandingkannya kembali kepada diri sendiri, bukan hal yang baru di dunia nyata ini, namun tentu paparannya terjadi berkali-kali lipat di tengah eksposur sosial media. Sebagian orang dapat menjadikannya sebagai dorongan untuk terus berkembang menjadi lebih baik lagi, namun tidak dengan sebagian lainnya. Inferior katanya.

    Illustration of small things in our daily life.
    — Ilustrasi dari hal-hal kecil dalam keseharian kita.

    Ikan kecil

    Pekerjaan pertama gue adalah sebagai staf divisi Administrasi, di tahun yang sama setelah gue lulus dari SMK. Di sana gue merasa jadi yang "terkecil" dengan nol pengalaman, juga nol pengetahuan di antara staf lainnya yang adalah lulusan kampus-kampus ternama, apalagi di hadapan para ekspat, adalah perasaan yang nggak bisa gue hindari, terlebih karena gue memutuskan untuk bekerja setelah gagal menjadi mahasiswa di tahun tersebut.

    Kemudian, perasaan "kecil" tersebut semakin menjadi-jadi setelah gue menjalani pekerjaan-pekerjaan yang menjadi tanggung jawab gue ketika itu. Sangat jarang gue berada di meja untuk mengerjakan pekerjaan dengan komputer seperti bayangan gue akan pekerjaan yang ideal, melainkan tugas gue lebih sering "hanya" mengatur persediaan alat tulis kantor, mengurusi perbelanjaan bulanan kantor, keliling supermarket dan pasar untuk mengurusi stok pantry, menyajikan teh hijau untuk direktur & tamu penting, mempersiapkan beragam jamuan untuk pembukaan pameran, mempersiapkan ruangan untuk event, bolak-balik mengangkut barang pameran dengan trolley, menjadi resepsionis pengganti, dan yang lain-lainnya yang membuat gue menggerutu sendiri di dalam hati, apakah akan seperti ini terus?

    Tanpa disadari, gue sudah meremehkan pekerjaan dan juga diri gue sendiri.

    Kecil-besar

    Pekerjaan-pekerjaan "kecil" tersebut yang tetap gue lakukan dengan sungguh-sungguh, ternyata memberikan begitu banyak pelajaran buat gue secara personal dan profesional, membuka banyak kesempatan-kesempatan baru, tanggung jawab pekerjaan gue bisa terus berkembang, dan ternyata bisa begitu banyak membantu para staf lainnya, pada akhirnya membuat gue merasa keberadaan gue di sana tidak lah sia-sia, bukan hanya menjadi keberadaan yang "kecil". Bukti yang secara nyata gue saksikan sendiri, di hari perayaan perpisahan gue dengan kantor tersebut setelah dua tahun bekerja di sana, menjadi salah satu perpisahan yang paling ramai dihadiri para staf. Terlebih pada saat foto bersama dan penyerahan ucapan perpisahan dari para staf—ya, kami memiliki budaya perayaan perpisahan beserta surat ucapan yang dikumpulkan dari seluruh staf. Menulis ini sambil bernostalgia dan terharu.

    Hal-hal yang gue anggap kecil tersebut, ternyata adalah yang paling memberikan warna di hidup gue ketika itu, bahkan mungkin sampai sekarang.

    Foto bersama rekan-rekan The Japan Foundation Jakarta dalam acara perpisahan dengan gue.
    — Foto bersama rekan-rekan The Japan Foundation Jakarta dalam acara perpisahan dengan gue.
    Foto kartu ucapan perpisahan dengan sampul berupa portrait diri gue dalam gaya anime, digambar oleh mbak Uti.
    — Foto kartu ucapan perpisahan dengan sampul berupa portrait diri gue dalam gaya anime, digambar oleh mbak Uti.
    Foto kartu ucapan perpisahan pada halaman pertama berisi beragam ucapan dari rekan-rekan JF yang ditulis dengan tangan.
    — Foto kartu ucapan perpisahan pada halaman pertama berisi beragam ucapan dari rekan-rekan JF yang ditulis dengan tangan.
    Foto kartu ucapan perpisahan pada halaman kedua berisi ucapan dan dekorasi gambar avatar dari rekan-rekan JF.
    — Foto kartu ucapan perpisahan pada halaman kedua berisi ucapan dan dekorasi gambar avatar dari rekan-rekan JF.

    "Mungkin tak ada yang akan memuji (pekerjaan) ku, tapi aku akan tetap menaruh kebanggaan kecil ini di dadaku, seperti medali.

    Pekerjaan sederhana yang ku lakukan, telah membuat dunia ini terus berputar dan memberi tawa di wajah orang-orang yang ku temui

    Hal-hal kecil yang ku jalani ini, telah mewarnai hari-hari ku yang monokrom, warna merah jambu hangat yang memenuhi pipi ku"

    Beberapa penggal lirik yang hangat dari lagu Irodori (warna cerah) milik Mr.Children, begitu menggambarkan apa yang gue dan mungkin juga teman-teman pembaca pernah alami. Kadang kita lupa menyadari dan mengapresiasi hal-hal kecil yang terjadi di sekitar atau bahkan di diri sendiri, menganggap remeh.

    Bahwa, tidak perlu muluk-muluk menjadi presiden, manajer, lulusan terbaik, orang sukses dan terkenal, juara olimpiade, atau apa pun itu. Bahwa, dengan menyiapkan sarapan untuk orang-orang terkasih, dengan menjadi penjaga toko atau resepsionis yang memberi senyum ke orang lain, atau menjadi kurir yang mengantarkan barang dambaan bagi penerimanya pun, kita tetap bisa membuat dunia ini terus berputar, tetap bisa menuangkan kebahagiaan bagi orang lain, dan pada akhirnya akan menghangatkan diri sendiri juga.

    Tidak apa-apa

    Pun sekarang ini, gue dan teman-teman pembaca mungkin mempunyai kekhawatiran tersendiri, "kenapa masih seperti ini""kenapa gue belum juga melalui ini semua""gue merasa payah", dan perasaan-perasaan lainnya. Tidak apa, perasaan tersebut memang valid, namun perasaan dan kondisi tersebut tetap lah seperti pisau bermata dua.

    Semoga kita bisa terus sadar dan mensyukuri apa-apa yang ada di hidup kita ini, apa pun itu, menghargai hal-hal kecil tersebut.